Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan dokumen atau formulir khusus yaitu Surat Setoran Pajak atau yang lebih akrab didengar dengan istilah SSP. Apa itu Surat Setoran Pajak? Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 yang telah beberapa kali mengalami perubahan terakhir dengan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2013 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Seperti apa bentuk formulir Surat Setoran Pajak dan bagaimana cara mengisinya? Pembahasan di bawah ini akan menjelaskan mengenai pengisian SSP yang efektif atau pengisian SSP yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Landasan Peraturan
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2010 yang merupakan perubahan atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2013 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak.
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.5/1995 tentang Saat Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean, Perhitungan, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya
- Surat Edaran Nomor SE-02/PJ.52/1995 tentang Faktur Pajak (Seri PPN-95)
Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak
Formulir Surat Setoran Pajak biasanya dibuat dalam 4 (empat) rangkap yaitu untuk digunakan oleh:
- Lembar ke-1: untuk arsip wajib pajak;
- Lembar ke-2: untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
- Lembar ke-3: untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak;
- Lembar ke-4: untuk arsip Kantor Penerimaan Pembayaran.
Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/Surat Ketetapan Pajak/Surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu Kode Akun Pajak dan satu Kode Jenis Setoran. Contohnya apabila suatu perusahaan akan membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji yang dibayarkan kepada karyawannya yang terutang pada masa Juli 2013 serta angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 maka perusahaan tersebut harus membuat 2 (dua) buah Surat Setoran Pajak (masing-masing 4 rangkap sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. 1 (satu) Surat Setoran Pajak untuk menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 masa Juli 2013 dengan mengisikan Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran untuk penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21, kemudian 1 (satu) Surat Setoran Pajak untuk menyetorkan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 masa Juli 2013 dengan mengisikan Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran untuk penyetoran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (selanjutnya akan dibahas dalam bagian cara pengisian Surat Setoran Pajak nanti)
Dikecualikan dari ketentuan ini, Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP. Kriteria WP yang demikian ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.03/2007.
Dibawah ini adalah bentuk Surat Setoran Pajak Lembar 1 sesuai dengan Lampiran Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009:
Setiap Wajib Pajak dapat membuat sendiri formulir Surat Setoran Pajak tersebut asalkan bentuk dan isi tetap sesuai dengan bentuk formulir yang disertakan dalam Lampiran I Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak sebagaimana dicontohkan diatas.
Pengisian Surat Setoran Pajak
Selain mengatur tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak, Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak juga mengatur tentang Tata Cara Pengisian Surat Setoran Pajak. Berikut ini akan kita bahas mengenai bagaimana cara mengisi Surat Setoran Pajak sesuai dengan petunjuk pengisian dalam peraturan tersebut.
NPWP, Nama WP dan Alamat
Diisi sesuai dengan:
- NPWP diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dimiliki Wajib Pajak.
- Nama WP diisi dengan Nama Wajib Pajak.
- Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Catatan : Bagi WP yang belum memiliki NPWP
1 | NPWP diisi: Untuk WP berbentuk Badan Usaha diisi dengan 01.000.000.0-XXX.000 |
2 | Untuk WP Orang Pribadi diisi dengan 04.000.000.0-XXX.000 |
| * | XXX diisi dengan Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak. |
| * | Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lainnya yang sah. |
Dibawah kolom pengisian Identitas Wajib Pajak (NPWP, Nama WP & Alamat WP) tersebut terdapat kolom NOP dan alamat OP. Bagian ini diisi hanya jika pembayaran pajak anda berhubungan dengan transaksi atas tanah dan atau bangunan, misal pembayaran pajak atas penjualan, hibah atau waris tanah dan atau bangunan. isi kolom NOP dengan nomor Objek pajak PBB anda. Anda dapat menemukan nomor NOP pada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB tanah anda.
Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran
Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor yang tertera di Tabel Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran yang terdapat pada lampiran Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 sebagaimana diubah dengan PER-23/PJ/2010 dan terakhir diubah dengan PER-31/PJ/2013 .
Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom “Kode Jenis Setoran” untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada Tabel Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran yang sesuai dengan penjelasan dalam kolom “Keterangan” pada Tabel Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran.
Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat. Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran sering disebut dengan istilah Kode MAP.
Uraian Pembayaran (untuk SSP Standar)Diisi sesuai dengan uraian dalam kolom “Jenis Setoran” yang berkenaan dengan Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran pada Tabel Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan, dilengkapi dengan nama pembeli dan lokasi objek pajak. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan Bangunan yang disetor oleh yang menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa dan lokasi objek sewa.
Masa Pajak
Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang dibayar atau disetor. Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan menggunakan satu SSP untuk setiap masa pajak.
Tahun Pajak
Diisi tahun terutangnya pajak.
Nomor Ketetapan
Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada Surat Ketetapan Pajak yaitu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) atau Surat Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar atau menyetor pajak yang kurang dibayar/disetor berdasarkan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak ketika wajib pajak telah menerima surat tersebut.
Jumlah Pembayaran
Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP yang diwajibkan melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap sampai dengan sen.
Terbilang (untuk SSP Standar)
Diisi jumlah pajak yang dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.
Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima Pembayaran (Bank Persepsi/Devisa Persepsi atau PT. Pos Indonesia), tanda tangan, dan nama jelas petugas penerima pembayaran atau setoran, serta cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran.
Wajib Pajak/Penyetor (untuk SSP Standar)
Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas Wajib Pajak/Penyetor serta stempel usaha.
Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) hanya oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Modul Penerimaan Negara (MPN) dengan Direktorat Jenderal Pajak.
Surat Setoran Pajak untuk Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah PabeanMenurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.5/1995 tentang Saat Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean, Perhitungan, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya, apabila suatu Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Indonesia maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dipungut oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena dari luar Daerah Pabean.
Dalam mengisi Surat Setoran Pajak untuk melakukan penyetoran PPN yang dipungut oleh Wajib Pajak sebagai pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Pada kolom identitas "Nama Wajib Pajak" dan "Alamat" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean.
- Pada kolom "NPWP" yang terdiri dari 15 kolom untuk diisi dengan 15 digit angka itu, diisi dengan angka 0 (nol) pada sembilan digit pertama dan juga diisi dengan angka 0 (nol) pada 3 digit terakhir Jadi hanya diisi dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dari Wajib Pajak sebagai pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak yaitu 3 digit pada kolom 10-12.
- Pada kotak " Wajib Pajak/Penyetor" di sudut kiri bawah diisi nama dan NPWP dari Wajib Pajak selaku pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut.
- Pada Kolom Uraian pembayaran selain dicantumkan jenis setoran pajak yang dibayarkan (yaitu Setoran PPN JKP dari luar Daerah Pabean) dicantumkan pula Dasar Pengenaan Pajak dan Jumlah Pajak Pertambahan Nilai terutang.
Hal-hal sebagaimana disebutkan diatas juga diatur dalam Surat Edaran Nomor SE-02/PJ.52/1995 tentang Faktur Pajak (Seri PPN-95).
Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dan disetor harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak terjadinya penyetoran. Dalam hal pembayaran PPN tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha yang terutang PPN, maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan selama memenuhi kriteria dalam ketentuan yang mengatur tentang dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tersebut diperlakukan sebagai laporan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.